Rabu, 30 Maret 2016

Di Bawah Lampu Kota

Hujan turun disela senja yang merayap. Lampu kota berwarna jingga memantulkan genangan air di jalanan. Genangan air itu membuatku harus berputar ke sisi jalan yang lain untuk melanjutkan perjalanan.
Saat itulah aku menemukanmu berjalan dibawah langit senja.
Matamu tersenyum menatapku, sudah terlambat untukku bersembunyi. Mata yang selalu berhasil menangkapku. Di bawah pantulan sinar lampu, mata itu tetap teduh seperti biasanya.


Kau menyapa. Aku tersenyum. Lalu tidak tahu harus apa.
Aku membalas. Kau tersenyum. Lalu pamit pergi.


Langkahmu menjauh, menyisakan punggung untuk kurenungi. Setelah kembang api itu berhenti meledak-ledak, aku melanjutkan perjalananku. Kembali menyusuri jalan di bawah langit temaram ditemani angin sore yang gagal meluruhkan rindu.
Setelah kakiku membelok di tikungan selanjutnya, aku berhenti, merasakan sepoi angin dan daun yang gugur. Kemudian air mata.


Aku menangis.
Atas segala rasa yang tidak bisa kugambarkan dengan kata.






0 komentar:

Posting Komentar